Tomy Michael Dan Mengatur Gangguan Suara

  Senin, 12 Agustus 2019 - 09:31:51 WIB   -     Dibaca: 477 kali

Pemikiran Tomy Michael dimuat dalam Harian Media Indonesia edisi 12 Agustus 2019 berjudul Mengatur Gangguan Suara.

Bagi saya polusi asap adalah hal biasa namun ketika berhadapan dengan suara merupakan hal yang menjengkelkan. Ketika suara itu menghasilkan nada yang enak didengar maka tidak menjadi masalah tetapi adakalanya suara merupakan polusi yang selalu hadir setiap saat. Ketika undang-undang hanya mengatur asap, warna lampu, konstruksi, keterangan cahaya, kebersihan air bahkan frekuensi radio maka suara tidak terlalu ketat. Pengaturan hanya seputar desibelnya saja.

Apakah segala jenis suara harus diatur oleh negara? Jawabnya tidak karena jika seluruhnya diatur maka nantinya untuk mendengar pun adalah sesuatu yang mahal. Menurut saya, suara yang pengaturannya harus diterapkan secara tegas adalah suara seperti bunyi knalpot, klakson dan sirene. Perlu dijelaskan satu per satu mulai dari knalpot dimana pengendara sering menarik tuas gas dengan penuh dan suara yang dihasilkan terdengar bising. Suara knalpot ini umumnya karena knalpot dimodifikasi agar terlihat lebih racing atau karena usia kendaraan yang tahun lampau sehingga imbasnya mengarah pada mesin dan berakhir di knalpot. Namun suara knalpot bisa juga disebabkan bawaan pabrik dimana cc mesin yang besar maka suaranya pun berisik. Sebetulnya produsen kenadaraan apapun harus bisa mengecilkan suara knalpot tersebut dengan teknologi yang makin canggih.

Permasalahan suara kedua yaitu suara klakson. Bagi para pengendara, terdapat norma tidak tertulis dimana semakin besar ukuran kendaraan maka semakin besar suara klaksonnya. Seperti euforia telolet beberapa waktu lalu dan yang sudah lama seperti klakson cucaraca. Siapapun bisa memodifikasi suara klaksonnya dengan mudah dan diikuti kurangnya kesadaran dimanakah waktu yang tepat untuk membunyikan klakson. Kadangkala, lampu lalu lintas baru berubah menjadi hijau maka bunyi klakson bersaut-sautan. Ketika suara klakson tidak seragam dan adanya kebebasan untuk mengubahnya maka ini juga termasuk polusi suara.

Permasalahan terakhir yaitu sirene. Secara normatif, sirene hanya diatur warnanya yaitu merah, kuning dan biru. Pengaturan lainnya yaitu penggunaannya bukan karena fungsinya namun lebih mengarah hal melekatnya. Mengacu pada undang-undang lalu lintas maka yang diutamakan adalah branwir. Permasalahan hukum sirene ini berkaitan erat dengan suara. Sebagai contohnya mobil polisi memiliki jenis suara sirene. Saya tidak bisa menuliskan not angkanya namun bisa berupa tetot tetot, brup brup, tit tit, wiu wiu (Anda bisa membacanya dengan suara yang lantang). Akibat banyak jenis suara yang dihasilkan maka hak otoritas itu tidak bisa tercapai dengan baik. Seharusnya yang akan lewat branwir namun suara sirenenya mirip mainan anak-anak. Tidak ada pengaturan sirene tersebut juga mengakibatkan polusi suara karena ketika suara yang satu tidak dipatuhi pengendera lainnya untuk memberikan jalan maka mereka memuncukan suara sirene lainnya. Khusus masalah sirene, saya beserta tim sedang melakukan penelitian terkait sirene.

Jadi sebetulnya suara-suara itu muncul dalam waktu yang relatif cepat dan seketika itu juga hilang. Pengaturan suara-suara ini harus betul-betul dikaji oleh pihak terkait karena dengan adanya pembatasan suara maka berkendara pun menjadi tenang. Ada dua hal yang muncul ketika suara itu muncul yaitu menunjukkan kuasa dan memohon diberikan kuasa. Mungkin sebelum memunculkan suara-suara tersebut, kita harus menyadarkan diri sendiri dengan cara apapun bahwa suara knalpot, suara klakson dan suara sirene yang berlebih adalah hal yang tidak baik.


Untag Surabaya || Fakultas Hukum Untag Surabaya || SIM Akademik Untag Surabaya || Elearning Untag Surabaya